Prakata
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat-Nya, Laporan Karya Wisata dengan tujuan Candi Borobudur ini berhasil disusun untuk memenuhi tugas semester 1 di SMA Negeri 3 Magelang tahun pelajaran 2012/2013.
Penulis telah menyelesaikan laporan ini dengan dan ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT.
2. Joko Tri, S.Pd., sebagai Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Magelang
3. Sarbini , S.Pd. sebagai wali kelas X5
4. Ibu Dalmi S.Pd. sebagai guru sejarah dan pembimbing dalam penyusunan proposal ini.
5. Semua guru dan karyawan SMA Negeri 3 Magelang.
6. Orang tua yang mendukung penyusunan laporan karya wisata ini.
7. Teman-teman X 5 .
8. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya, semoga laporan karya wisata ini dapat diterima dan menambah wawasan kita. Terimakasih.
Magelang, Januari 2013
Penulis
Pendahuluan
A
|
wal dari kegiatan kami mengunjungi candi Borobudur merupakan suatu tugas sejarah dari Ibu Dalmi di ahir semester satu. Tugas ini diberikan supaya pada waktu liburan kami memanfaatkan waktu luang tersebut untuk mengunjungi situs sejarah yang bermanfaat dan menambah ilmu sembari menikmati masa liburan semester satu. Selanjutnya kami memilih tempat Candi Borobudur dikarenakan selain Candi tersebut sangatlah terkenal di seluruh penjuuru dunia, kami juga ingin mengungkapkan sisi lain dari candi Borobudur. Dalam laporan karya wisata ini Penulis lebih menekankan pada makna relief candi yang jarang di publikasikan
Pada tanggal 18 Desember 2012 kami salah satu kelompok dari kelas X5 SMA NEGERI 3 MAGELANG mengunjungi situs bersejarah yang masuk dalam 7 keajaiban dunia tersebut. Melalu karya wisata ini diharapkan siswa dapat menambah pengetahuan dan membuka cakrawala dunia mengenai “Wonderful Borobudur”.
Laporan Kunjungan Wisata ke Candi Borobudur
Selasa 18 Desember 2012
C
|
andi
Borobudur merupakan candi yang terletak 40 km disebelah barat laut Yogyakarta,
di desa Borobudur, Magelang Jawa Tengah. Candi yang berbentuk stupa ini
didirikan oleh para penganut agama Budha Mahayana sekitar tahun 800 masehi pada
pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk
bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya
dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di
tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan
melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk
bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra
mudra (memutar roda dharma).
Tahapan pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan
awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya.
Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan
tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk
membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan
satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:
- Tahap pertama: Masa pembangunan
Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850
M).
Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan
pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat
dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu
sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian
bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata
susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi
kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun
tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.
- Tahap kedua: Penambahan dua undakan
persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung
dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
- Tahap ketiga: Terjadi perubahan
rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar
dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil
dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu
stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi
diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus
menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur
semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai
batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat
sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut
diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada
bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga
Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk
membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan
teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan
hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor
maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur
ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar
tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan
relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
- Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
Di candi Borobudur terdapat
3 tingkatan. Tingkatan tersebut disesuaikan dengan hawa nafsu manusia . dimuali
dari tingkatan yang paling rendah yaitu Kamadhatu, Rupadhatu dan Arupadhatu.
Kamadhatu
Bagian
kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh
kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup
oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada
bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga
yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara
disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini.
Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume
13.000 meter kubik
Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk
lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli
dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari
empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan
1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat
membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk.
Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah
dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat
pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya
terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar
di pagar langkan. Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang
melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar
langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan
diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini
kaya akan hiasan dan ukiran relief.
Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu
yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak
berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa
atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini
melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala
keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72
dua stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi
satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun
dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72
stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah
ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya
berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa
yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung
itu masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan
konsep peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi
tak terlihat.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan
ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan
tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar
ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha
yang tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal
melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama,
patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu.
Menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak
boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini
menemukan banyak patung seperti ini. Stupa utama yang dibiarkan kosong diduga
bermakna kebijaksanaan tertinggi, yaitu kasunyatan, kesunyian dan ketiadaan
sempurna dimana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan bentuk
serta terbebas dari lingkaran samsara.
Mengenai Relief pada Candi Borobudur
Secara berurutan, cerita
pada relief candi secara singkat berarti sebagai berikut :
Karmawibhangga
Sesuai dengan
makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang
terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah
yang menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan
jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan serial, tetapi pada setiap
pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief
tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia
disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik
manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia
dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan
oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju
kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh
pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum
Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
Merupakan
penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan
merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari
surga Tushita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota
Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah
melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur.
Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia,
sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa
selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di
arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri
Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang
berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai
Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti
"hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka dan Awadana
Jataka adalah berbagai cerita tentang
Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan
pokok penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan
suka menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga.
Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan
tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya,
pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha
menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan
Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan
Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana
yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus
cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan
sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan.
Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala
atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4
Masehi.
Gandawyuha
Merupakan
deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang
berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi
tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura
didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk
bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.
0 komentar:
Post a Comment